Selasa, 24 November 2009

LAPORAN PENDAHULUAN

CRONIC RENAL FAILURE / CRF



PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997).
Pasien dengan Penyakit Ginjal Kronik memerlukan perawatan dan asuhan keperawatan yang komprehensif dan paripurna, agar pencapaian tujuan pengobatan dalam ragka meningkatkan kulaitas hidup penderita PGK dapat tercapai

B. TUJUAN
Tujuan penulisan Laporan Pendahuluan ini adalah :
1. Mengetahui tentang Penyakit Ginjal Kronik
2. Mengetahui masalah keperawatan yang muncul pada kasus PGK
3. Mengetahui asuhan keperawatan yang diterapkan pada kasus dengan PGK










KONSEP TEORI
A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).

Klasifikasi GGK atau CKD (Cronic Kidney Disease):
Stage Gambaran kerusakan ginjal GFR (ml/min/1,73 m2)
1 Normal atau elevated GFR ≥ 90
2 Mild decrease in GFR 60-89
3 Moderate decrease in GFR 30-59
4 Severe decrease in GFR 15-29
5 Requires dialysis ≤ 15

B. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
• Infeksi : pielonefritis kronik
• Penyakit peradangan : glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif : nefrosklerosis benigna
nefrosklerosis maligna
stenosis arteri renalis
• Gangguan jaringan penyambung : SLE
Poli arteritis nodosa
Sklerosis sistemik progresif
• Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubuler ginjal
• Penyakit metabolic : DM, Gout, Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
• Nefropati obstruktif : penyalahgunaan analgetik nefropati timbale
• Nefropati obstruktif
• Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli, neoplasma, fibrosis, netroperitoneal
• Sal. Kemih bagian bawah:
Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra

C. TANDA DAN GEJALA
1. Kelainan Hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin →Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase
3. Kelainan mata
4. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
-toksik uremia yang kurang terdialisis
-peningkatan kadar kalium phosphor
-alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit
c. Kulit mudah memar
5. Neuropsikiatri
6. Kelainan selaput serosa
7. Neurologi → kejang otot
8. Kardiomegali

D. FAKTOR PREDISPOSISI/ PENCETUS
1. Kondisi prerenal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi prerenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume (hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), dan gangguan fungsi jantung (infark miokardium, gagal jantung kongestif, atau syok kardiogenik)
2. Penyebab intrarenal (kerusakan actual jaringan ginjal)
Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, dan infeksi serta agen nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN) dan berhentinya fungsi renal. Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepaskan dari otot ketika cedera), sehingga terjadi toksik renal, iskemik atau keduanya. Reaksi tranfusi yang parah juga menyebabkan gagal intrarenal, hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi faktor pencetus terbentuknya hemoglobin. Penyebab lain adalah pemakaian obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini mengganggu prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal, menyebabkan iskemia ginjal.
3. Pasca renal
Pascarenal yang biasanya menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat, akhirnya laju filtrasi glomerulus meningkat.
Meskipun patogenesis pasti dari gagal ginjal akut dan oligoria belum diketahui, namun terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa factor mungkin reversible jika diidentifikasi dan ditangani secara tepat sebelum fungsi ginjal terganggu. Beberapa kondisi yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal: (1) hipovolemia; (2) hipotensi; (3) penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif; (4) obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah, atau batu ginjal dan (5) obstrusi vena atau arteri bilateral ginjal.
E. PATOFISIOLOGI
Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh)
“Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal”
Jumlah nefron turun secara progresif

Ginjal melakukan adaptasi (kompensasi)
-sisa nefron mengalami hipertropi
-peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi
tubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun di bawah normal

Kehilangan cairan dan elektrolit dpt dipertahankan

Jk 75% massa nefron hancur
Kecepatan filtrasi dan bebab solute bagi tiap nefron meningkat

Keseimbangan glomerulus dan tubulus tidak dapat dipertahankan

Fleksibilitas proses ekskresi & konversi solute &air ↓
Sedikit perubahan pada diit mengakibatkan keseimbangan terganggu

Hilangnya kemampuan memekatkan/mengencerkan kemih
BJ 1,010 atau 2,85 mOsml (= konsentrasi plasma)

poliuri, nokturia
nefron tidak dapat lagi mengkompensasi dgn tepat
terhadap kelebihan dan kekurangan Na atau air










Toksik Uremik
Gagal ginjal tahap akhir

↓GFR


Kreatinin ↑ Prod. Met. Prot. Tertimbun ↑ phosphate serum
Dalam darah ↓ kalsium serum

Sekresi parathormon


Tubuh tdk berespon dgn N

Kalsium di tulang ↓

Met.aktif vit D↓
Perub.pa tulang/osteodistrofi ginjal


F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
-ureum kreatinin
-asam urat serum
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
-analisis urin rutin
-mikrobiologi urin
-kimia darah
-elektrolit
-imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
-progresifitas penurunan fungsi ginjal
ureum kreatinin, klearens kreatinin test
-hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
-elektrolit
-endokrin : PTH dan T3,T4
-pemeriksaan lain: infark miokard
2. Diagnostik
a. Etiologi GGK dan terminal
-Foto polos abdomen
-USG
-Nefrotogram
-Pielografi retrograde
-Pielografi antegrade
-mictuating Cysto Urography (MCU)
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
-Renogram
-USG

G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan konservatif:
Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan
2. Terapi simptomatik :
Suplemen alkali, transfuse, obat-obat local&sistemik, anti hipertensi
3. Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi

H. KOMPLIKASI
- Hipertensi
- Hiperkalemia
- Anemia
- Asidosis metabolic
- Osteodistropi ginjal
- Sepsis
- Neuropati perifer
- Hiperuremia
- Oedem Pulmonal

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. PK : Hiperkalemia
4. PK : Asidosis
5. PK : Anemia



K. RENCANA KEPERAWATAN

1. Kelebihan Volume Cairan

Definisi : Retensi cairan isotomik meningkat
Batasan karakteristik :
- Berat badan meningkat pada waktu yang singkat
- Asupan berlebihan dibanding output
- Tekanan darah berubah, tekanan arteri pulmonalis berubah, peningkatan CVP
- Distensi vena jugularis
- Perubahan pada pola nafas, dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara nafas abnormal (Rales atau crakles), kongestikemacetan paru, pleural effusion
- Hb dan hematokrit menurun, perubahan elektrolit, khususnya perubahan berat jenis
- Suara jantung SIII
- Reflek hepatojugular positif
- Oliguria, azotemia
- Perubahan status mental, kegelisahan, kecemasan

Faktor-faktor yang berhubungan :
- Mekanisme pengaturan melemah
- Asupan cairan berlebihan
- Asupan natrium berlebihan NOC :
 Electrolit and acid base balance
 Fluid balance
 Hydration

Kriteria Hasil:
 Terbebas dari edema, efusi, anaskara
 Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu
 Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)
 Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign dalam batas normal
 Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
 Menjelaskanindikator kelebihan cairan NIC :
Fluid management
• Timbang popok/pembalut jika diperlukan
• Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
• Pasang urin kateter jika diperlukan
• Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
• Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
• Monitor vital sign
• Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites)
• Kaji lokasi dan luas edema
• Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
• Monitor status nutrisi
• Berikan diuretik sesuai interuksi
• Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l
• Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

Fluid Monitoring
• Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminaSi
• Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
• Monitor berat badan
• Monitor serum dan elektrolit urine
• Monitor serum dan osmilalitas urine
• Monitor BP, HR, dan RR
• Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
• Monitor parameter hemodinamik infasif
• Catat secara akutar intake dan output
• Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
• Monitor tanda dan gejala dari odema
• Beri obat yang dapat meningkatkan output urin

Hemodialysis therapy
• Ukur berat badan sebelum hemodialisa
• Monitor vital sign setiap jam atau bila diperlukan
• Lakukan program ultrafiltration goal sesuai kenaikan berat badan
• Monitor komplikasi yang mungkin terjadi selama hemodialisa
• Monitor tanda dan gejala kelebihan cairan
• Monitor tanda dan gejala kekurangan cairan
• Ukur berat badan setelah hemodialisa
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.

Batasan karakteristik :
- Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
- Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily Allowance)
- Membran mukosa dan konjungtiva pucat
- Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah
- Luka, inflamasi pada rongga mulut
- Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
- Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
- Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
- Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
- Miskonsepsi
- Kehilangan BB dengan makanan cukup
- Keengganan untuk makan
- Kram pada abdomen
- Tonus otot jelek
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
- Kurang berminat terhadap makanan
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
- Diare dan atau steatorrhea
- Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi, misinformasi

Faktor-faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi. NOC :
 Nutritional Status : food and Fluid Intake
 Nutritional Status : nutrient Intake
 Weight control
Kriteria Hasil :
 Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
 Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda tanda malnutrisi
 Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
 Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti NIC :
Nutrition Management
 Kaji adanya alergi makanan
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
 Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
 Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
 Berikan substansi gula
 Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
 Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
 Monitor adanya penurunan berat badan
 Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
 Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
 Monitor lingkungan selama makan
 Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
 Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor pertumbuhan dan perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor kalori dan intake nuntrisi
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
 Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
3. PK : Hiperkalemia Tujuan ; Perawat dapat menanganai dan meminimalkan terjadinya hiperkalemia MANAGEMEN ELEKTROLIT
1) Monitor ketidakseimbangan serum elektrolit, jika ada/tersedia
2) Monitor dampak-dampak dari ketidakadekuatan/ ketidak seimbangan elektrolit
3) Pertahankan patensi jalan masuk intra vena
4) Berikan cairan, jika diperlukan
5) Pertahankan keakuratan data intake dan out put
6) Pertahankan cairan intraa vena berisi elektrolit dalam aliran tetap, jika perlu
7) Berikan tambahan elektrolit (secara oral, NGT, dan IV) sesuai resep, jika diperlukan
8) Konsultasikan dengahn dokter dalam pemberian pengoabtan, hemat elektrolit (ex; spironolakton), jika perlu
9) Berikan ikatan elektrolit atau penguat (ex: kogeoxalat), sesuai instruksi, jika perlu
10) Dapatkan spesimen untuk analisis laborat dari level elektrolit (AGD, urin, serum)
11) Monior kehilangan elektrolit kaya cairan (NGT, section, plesbotomi drainase, diare, drainage luka, dan diaporosis)
12) Adakan pengukuran untuk mengontrol kehilangan lektrolit berlebihan/banyak sekali (ex : dengan istirahat usus, perubahan tipe elektrolit, pemberian antiopirektik) jika, perlukan.
13) Minimalkan jumlah oral intake yang dikonsumsi oleh pasien dengan saluran gastrik yang dihubungkan dengan suction
14) Berikan diet yang tepat untuk pasien , terutama keseimbangan elektrolit (kaya, potasiium, rendah sodium, rendah karbohidrat)
15) Instruksikan pasien atau famili dalam modifikasi diit secara spesifik
16) Berikan pengamanan lingkungan untuk pasien dengan gangguan neurologi dan neuromuscular, akibat ketidakseimbangan elektrolit
17) Peningkatan orientasi
18) Ajarkan pasien dan keluarga tentang tipe, penyebab dan perawatan ketidakseimbangan elektrolit
19) Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala dari ketidakseimbanga elektrolit bertahan lama atau memburuk
20) Monitor respon pasien untuk terapy elektrolit sesuai instruksi
21) Monitor efek samping pemberian elektrolit tambahan (ex: Gastrointestinal irigasi)
22) Monitor secara pasti level serum potasium pada pasien yang mendapat digitalis dan diuretika
23) Berikan/pasang monitor jantung, jika perlu
24) Obati/rawat aritmia jhantung, sesuai kebijakan
25) Siapkan pasien untuk dialisis (ex: bantu dengan pemasangan kateter untuk dialisisi).

4. PK : Asidosis Tujuan : perawat mampu menangani dan meminimalkan episode asidosis Asidosis Metabolik
1. Pantau tanda dan gejala asidosis metabolik
a. pernafasan cepat danlambat
b. sakit kepala
c. mual dan muntah
d. bikarbonat plasma dan pH arteri darah rendah
e. perubahan tingkah laku, mengantuk
f. kalsium serum meningkat
g. klorida serum meningkat
h. penurunan HCO3
2. Untuk klien klien dengan asidosis metabolik
a. mulai dengan penggantian cairan IV sesuai program tergantung dari penyebab dasarnya.
b. Jika etiologinya DM, rujuk pada PK: hipo/hiperglikemia
c. Kaji tanda dangejala hipokalsemia, hipokalemia, dan alkalosis setelah asidosisnya terkoreksi
d. Lakukan koreksi pada setiap gangguan ketidakseimbangan elektrolit sesuai dengan program dokter
e. Pantau nilai gas darah arteri dan pH urine.

Untuk asidosis Respiratorik
1. Pantau tanda dan gejala asidosis respiratorik
a. takikardi
b. disritmia
c. berkeringat
d. mual/muntah
e. gelisah
f. dyspneu
g. peningkatan usaha nafas
h. penurunan frekuensi pernafasan
i. peningkatan PCO2
j. peningkatan kalsium serum
k. penurunan natrium klorida
2. untuk klien klien dengan asidosis respiratorik
a. perbaiki ventilasi melalui pengubahan posisi pada semifowler, latihan nafas dalam
b. konsul kemungkinan penggunaan ventilasi mekanis
c. berikan oksigen setelah klien dapat bernafas dengan baik
d. tingkatkan pemberian hidrasi yang optimal
5. PK : Anemia Perawat dapat melakukan pencegahan untuk meminimalkan terjadinya anemia berkelanjutan 1. Pantau tanda dan gejala anemia
 Adanya letargi
 Adanya kelemahan
 Keletihan
 Peningkatan pucat
 Dyspneu saat melakukan aktivitas
2.Monitor kadar Hb
3.Kolaborasi perlunya pemberian transfusi








6 Pola nafas tidak efektif b/d hiperventilasi, penurunan energi / kelelahan. Status pernafasan: ventilasi
Indikator:
1. Frekuensi pernafasan dalam batas normal
2. Irama nafas sesuai yang diharapkan
3. Kedalaman inspirasi
4. Ekspansi dada simetris
5. Bernafas mudah
6. Pengeluaran sputumpada jalan nafas
7. Bersuara secar adekuat
8. Ekspulsi udara
9. Tidak didapatkan penggunaan otot-otot tambahan
10. Tidak suara nafas tambahan
11. Tidak ada retraksi dada
12. Tidak ada pernafasan pursed lips
13. Tidak ada dispnea saat istirahat
14. Tidak ada dispnea
15. Tidak ada orthopnea
16. Tidak didapatkan nafas pendek
17. Tidak ada fremitus taktil
18. Perkusi suara sesuai yang diharapkan
19. Auskultasi suara nafas sesuai yang diharapkan
20. Auskultasi vokal sesuai yang diharapkan
21. Bronkoponi sesuai yang diharapkan
22. Egoponi sesuai yang diharapkan
23. Whispered pectorilogy sesuai yang diharapkan
24. Tidal volume sesuai yang diharapkan
25. Kapasitas Vital sesuai yang diharapkan
26. X-ray dada sesuai yang diharapkan
27. Tes fungsi pulmonal sesuai yang diharapkan
28. Lainnya ………………………………
Skala:
1: Sangat berubah
2: Banyak perubahan
3: Perubahan sedang
4: Agak berubah
5: Tidak berubah sama sekali 1. Monitor respirasi
a. Monitor ritme, irama, kedalaman dan usaha respirasi
b. Catat pergerakan dada, penggunaan otot respirasi, retraksi otot interkostal dan supraklavikula
c. Monitor bunyi gaduh saat bernafas
d. Monitor pola nafas: takipnea, apnea
e. Palpasi kemungkinan adanya perbesaran paru
f. Kaji kebutuhan suction bila pada auskultasi terdengar bunyi crackle dan ronchi
g. Letakkan pasien pada posisi tegak
h. Gunakan resusitasi jika perlu

2.Terapi oksigen
a. Bersihkan sekret pada hidung, oral dan trakhea
b. Menjaga jalan nafas tetap terbuka
c. Pasang peralatan oksigen dan beri humidifier
d. Berikan suplai oksigen pada pasien
e. Monitor aliran oksigen
f. Monitor posisi peralatan oksigen
g. Observasi tanda hipoventilasi
h. Monitor tanda keracunan oksigen dan absorbsi atelektasis
i. Pertahankan oksigen ketika klien dipindah tempat
7 Defisit perawatan diri (intoleransi aktivitas) b.d kelemahan
Definisi :
Gangguan kemampuan melakukan aktivitas perawatan diri sehari-hari Selama 4x24 jam perawatan di RS akan tercapai :
Self Care : Activities Daily Living (ADL)
Kriteria :
1. Makan
2. Berpakaian
3. Toileting
4. Mandi
5. Berhias
6. Higiene
7. Kebersihan mulut
8. Pindah posisi di TT
9. Berpindah
Keterangan :
1 : Tergentung, tidak ada partisipasi
2 : Memerlukan bantuan orang dan alat
3 : Memerlukan bantuan orang
4 : Tidak tergantung, dengan bantuan alat
5 : Tidak tergantung sempurna/mandiri Self Care Assistence
Bantu ADL klien selagi klien belum mampu mandiri
Pahami semua kebutuhan ADL klien
Pahami bahasa-bahasa atau pengungkapan non verbal klien akan kebutuhan ADL
Libatkan klien dalam pemenuhan ADLnya
Libatkan orang yang berarti dan layanan pendukung bila dibutuhkan
Gunakan sumber-sumber atau fasilitas yang ada untuk mendukung self care
Ajari klien untuk melakukan self care secara bertahap
Ajarkan penggunaan modalitas terapi dan bantuan mobilisasi secara aman (lakukan supervisi agar keamnanannya terjamin)
Evaluasi kemampuan klien untuk melakukan self care di RS
Beri reinforcement atas upaya dan keberhasilan dalam melakukan self care

Bathing/hygiene
a) Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan mandi dan kebersihan diri klien
b) Berikan bantuan sampai klien dapat merawat secara mandiri
c) Monitor kebersihan kuku, kulit
d) Monitor kemampuan perawatan diri klien
e) Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian sesuai kemampuan
f) Promosi aktivitas sesuai usia
Self care assistance:dressing/groming
a) Berikan baju sesuai ukuran
b) Fasilitasi klien menyisir
c) Pelihara privasi ketika berpakaian
Self care assistance:feeding
a) Identifikasi preskripsi diet
b) Set tray makanan dan meja secara aktraktif
c) Kreasikan lingkungan menarik
d) Monitor dan catat intake
Memfasilitasi pasien dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri untuk dapat membantu klien hingga klien dapat mandiri melakukannya.

Self care assistance:toileting
a) Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan toileting
b) Berikan bantuan sampai klien dapat melakukan eliminasi secara mandiri
c) Fasilitasi kebersihan /hygiene toiletsetelah dipakai
d) Anjurkan klien membiasakan jadwal rutin ketoilet, sesuai kebutuhan dan kemampuan
e) Berikan privasi
8 Kerusakan intergritas kulit/jaringan b.d imobilitas fisik (kelemahan)
Definisi :
Perubahan pada epidermis dan dermis Selama 4x24 jam perawatan di RS akan tercapai :
Wound Healing
1. Kulit membaik, tidak kering
2. Tidak ada pus pada luka/ulkus
3. Perbaikan kulit sekitar luka
4. Perbaikan edema
5. Perbaikan warna luka
6. Perbaikan suhu
7. Tidak ada bau pada luka/ulkus
Keterangan :
1 : None
2 : Slight
3 : Moderate
4 : Substantial
5 : Complete Perawatan Luka
Catat karakteristik luka
Catat karakteristik drainase
Bersihkan dengan sabun anti bakterial jika perlu
Lakukan incisi pada sisi luka bila diperlukan
Pijat area sekitar luka untuk merangsang sirkulasi
Gunakan salep yang sesuai dengan kulit atau lesi, jika perlu
Balut luka sepantasnya
Gunakan teknik yang steril dalam merawat luka
Bandingkan dan catat secara teratur perubahan pada luka
Posisikan klien sedemikian rupa untuk menghindari penekanan pada luka
Ajari klien atau anggota keluarga cara perawatan luka
9 Cemas b.d penyakit Kontrol cemas
Indikator
1. Monitor intensitas kecemasan
2. Menyingkirkan tanda kecemasan
3. Menurunkan stimulus lingkungan ketika cemas
4. Mencari informasi untuk menurunkan cemas
5. Merencanakan strategi koping
6. Menggunakan strategi koping efektif
7. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan
8. Melaporkan penurunan durasi dari episode cemas
9. Melaporkan peningkatan rentang waktu antara episode cemas
10. Mempertahankan penampilan peran
11. Mempertahankan hubungan social
12. Mempertahankan konsentrasi
13. Melaporkan tidak adanya gangguan persepsi sensori
14. Melaporkan pemenuhan kebutuhan tidur adekuat
15. Melaporkan Tidak adanya manifestasi fisik dari kecemasan
16. Tidak ada manifestasi perilaku kecemasan
Skala:
1. tidak pernah dilakukan
2. jarang dilakuakan
3. kadang dilakuakan
4. sering dilakuakan
5. Selalu dilakukan

Koping
Indikator
1. Menunjukkan fleksibilitas peran
2. Keluarga menunjukkan fleksibilitas peran para anggotanya
3. Pertentangan masalah
4. Nilai keluarga dapat mengatur masalah-masalah
5. Memanej masalah
6. Melibatkan anggota keluarga dalam membuat keputusan
7. Mengekspresikan perasaan dan kebebasan emosional
8. Menunjukkan strategi untuk memenej masalah
9. Menggunakan strategi penurunan stres
10. Peduli terhadap kebutuhan anggota keluarga
11. Menentukan prioritas
12. Menentukan jadwal untuk rutinitas dan aktivitas keluarga
13. Menjadwalkan untuk (respite care)
14. Mempunyai perencanaan pada kondisi kegawatan
15. Memelihara ketsabilan finansial
16. Mencari bantuan ketika dibutuhkan
17. Menggunakan support sosial
18. Lainnya _____
Skala:
1. tidak pernah menunjukkan
2. jarang menunjukkan
3. kadang menunjukkan
4. sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan Penurunan kecemasan
1. Tenangkan klien
2. Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan
3. Berusaha memahami keadaan klien
4. Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan
5. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan ( tachycardia, tachypnea, ekspresi cemas non verbal)
6. Gunakan pendekatan dan sentuhan (permisi) verbalisasi, untuk meyakinkan pasien tidak sendiri dan mengajukan pertanyaan.
7. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa takut.
8. Sediakan aktifitas untuk menurunkan ketegangan
9. Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang menciptakan cemas.
10. Dukung penggunaan mekanisme defensif dengan cara yang tepat
11. Tentukan kemampuan klien untuk mengambil keputusan
12. Instruksikan pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
13. Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat.

Pengurangan Kecemasan
1. Ajarkan pada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan kecemasan
2. Bantu pasien untuk berfokus pada situasi saat ini sebagai alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan
3. Sediakan pengalihan melalui televisi, radio, permainan, dan terapi okupasional untuk mengurangi kecemasan dan memperluas fokus
4. Sediakan dorongan yang positif ketika pasien mampu untuk meneruskan aktivitas sehari-hari dan aktivitas lain despite kecemasan
5. Yakinkan pasien kembali dengan menyentuh dan pertukaran empatik secara verbal dan non verbal, dorong pasien untuk mengekspresikan kemerahan dan iritasi, dan ijinkan pasien untuk menangis
6. Kurangi rangsangan yang berlebihan dengan menyediakan lingkungan yang tenang, kontak yang terbatas dengan orang lain jika dibutuhkan, dan penggunaan kafein dan stimulan lain yang terbatas
7. Sarankan terapi alternatif untuk mengurangi kecemasan yang diterima oleh pasien
8. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
9. Pernyataan yang jelas tentang harapan dari perilaku pasien
10. Dampingi pasien (misalnya selama prosedur) untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi takut
11. Berikan masase punggung/masase leher, sesuai kebutuhan
12. Jaga peralatan perawatan jauh dari pandangan
13. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang mencetuskan kecemasan
14. Dorong orang tua untuk menemani anak, sesuai kebutuhan


Peningkatan koping
1. Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit
2. Hargai dan diskusikan alternatif respon terhadap situasi
3. Gunakan pendekatan yang tenang dan memberikan jaminan
4. Sediakan informasi aktual tentang diagnosis, penanganan dan prognosis
5. Sediakan pilihan yang realistis tentang aspek perawatan saat ini.
6. Dukung penggunaan mekanisme defensif yang tepat.
7. Dukung keterlibatan keluarga dengan cara yang tepat
8. Bantu pasien untuk mengidentifikasi strategi positif untuk mengatasi keterbatasan dan mengelola gaya hidup atau perubahan peran.

DAFTAR PUSTAKA


Corwin, E. J. (2000). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.

Ganong, W. F. (1998). Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 17. Jakarta: EGC.

Guyton, A. C. (1995). Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 7. Jakarta: EGC.

Guyton, A. C. & Hall, J. E. (1997). Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.

Havens, L. & Terra, R. P. (2005). Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org (18 Maret 2006).


NKF. (2001). Guidelines for hemodialysis adequacy. Terdapat pada: http://www.nkf.com. (6 Maret 2006).

NKF. (2006). Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org. (18 Maret 2006)

PERNEFRI. (2003). Konsensus dialisis. Jakarta: Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi–Bagian Ilmu Penyakit dalam. FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

Price, S. A. & Wilson, L. M. (1995) Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Rose, B. D. & Post, T. W. (2006) Hemodialysis: Patient information. Terdapat pada: http://www.patients.uptodate.com (18 Maret 2006).

Tisher, C. C. & Wilcox, C. S. (1997). Buku saku nefrologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Johnson., Mass. 1997. Nursing Outcomes Classification, Availabel on: www.Minurse.com, 14 Mei 2004

McCloskey, Joanne C,. Bulecheck, Gloria M. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). Mosby, St. Louise.

NANDA, 2002. Nursing Diagnosis : Definition and Classification (2001-2002), Philadelphia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar